Selasa, 07 Juli 2009

jadi perempuan itu susah kah?

sedih saya begitu baca balasan komen :

"ketika suami mapan, eksistensi perempuan harus sebagai istri dan ibu bukan lagi wanita karier, jika masih butuh eksis diluar, itu namanya EGO dan NAPSU, dan ketika napsu dikedepankan maka tunggulah peringatan ALLAH."
(http://rinduku.wordpress.com/2009/07/01/perempuan-kembalilah-kerumah)

saya sih bukan/belom wanita karir..
cuma saya mbayangin beberapa tahun ke belakang ini sering meninggalkan saffa mulai dari pagi sampe sore..
yang parah lagi, saya bukannya cari uang malah ngabisin uang suami buat sekola :)
berarti saya tinggal nunggu peringatan ALLAH ya?
sedih banget..
walaupun saya sudah berusaha memerah ASI dan meninggalkannya untuk kak saffa?
walaupun saya berusaha pulang ke rumah saya di desa itu untuk memberikan ASI untuk kak saffa?
walaupun saya mengerjakan tugas dengan mengetik sebelah tangan, dan sebelahnya lagi untuk menggendong kak saffa?
saya tetep akan dapat peringatan ya?
apa sesimpel itu ya alasan ALLAH kasih peringatan sama makhluknya?

saya cuma mikir..
kalo gitu kesian banget ya perempuan itu
gak usah diancam gitu aja, banyak perempuan depresi paska melahirkan

saya sih merasa ndak ada yang perlu diperdebatkan dalam urusan siapa yang harus di rumah jagain anak
gak ada yang perlu dipertentangkan mengenai perempuan itu harusnya ngapain
karena memang menurut saya nih, urusan rumah tangga itu tidak sesederhana itu
ayah kerja, ibu di rumah..
saya percaya bahwa tiap rumah tangga punya formulasi sendiri
keluarga saya mungkin beda dengan keluarga kakak saya..apalagi sama keluarga-keluarga lain
variabel nya banyak..
visi misi yang dibangun dalam keluarga, pembagian peran suami-istri, jumlah penghasilan suami, jenis pekerjaan yang dipilih, tingkat kecerdasan anak, adakah fasilitas yang kondusif untuk anak..dst..

saya tidak merasa ibu di rumah njagain anaknya jaminan untuk kebaikan anak
apa sih indikatornya anak sukses?
nilai akademik bagus? berperilaku sesuai norma? menganut nilai dan prinsip hidup yang religius?
anak seperti itu yang dididik oleh perempuan karir juga banyak kok
sebaliknya, ada jg anak yang ketika besar menghamili anak orang, dan tebak, ibu nya orang rumahan kok
tapiiiiiii...
banyak jg anak sukses tumbuh dari pendidikan ibu RT, dan ndak sedikit juga anak gagal karena merasa kurang perhatian dari ibu nya

bagi saya pribadi sih..
yang penting semua mentalnya sehat
saya sendiri merasa kurang sehat mental ketika dihadapkan pada posisi full time mother..
coba bayangin, gimana anak-anak yang tumbuh dari ibu yang kurang sehat mental begitu?
makanya, saya bisa rela minjem jempol tetangga untuk perempuan-perempuan yang berani mengambil pilihan itu

saya berpikir mengenai sisi lainnya
sudah saatnya perempuan punya banyak pilihan untuk bekerja
bekerja di rumah, bekerja di kantor, bekerja di jalan..
pake blazer, pake seragam cleaning..
ngadep komputer, ngadep kompor, mesin jahit..

sudah saatnya perempuan tidak bekerja juga punya banyak pilihan
ndak sekedar diem di rumah
bukan sekedar window shopping ke mall..tapi mampir ke library di mall
bukan sekedar bisik-bisik tetangga..tapi disediakan forum dan komunitas yang bermakna

jadi, ndak masalah tho, mau kerja atau ndak?
lha wong udah pada gede
pilihannya bukan lagi kerja atau di rumah
tapi memilih cara yang bijak untuk mengeliminir konsekuensi negatif dari setiap pilihan yang dibuat
lha wong udah pada gede kok ya..

3 komentar:

ichsan mengatakan...

kompromi dan saling mengerti... :)

bukan begitu buu? ^_^
hehe... aku siy belum ngalamin gimana susahnya yak. :D

sanggita mengatakan...

Rindu (nama aslinya Ade, aku cukup sering chat ma dia) memang berkomentar berdasar prinsip dalam agama kita, Fi. Tapi ya sebagaimana yang kamu opinikan dan seperti juga yang kutulis di artikel 'Haruskah Kembali ke Rumah', banyak variabel, Fi.

Problemnya, Ade belum mengalami yang kita jalani. Tapi, apa yang ditulis Ade tetep bisa menjadi pegangan kok seandainya perjalanan keluarga kita mulai ngga balance.

Saling support ya, Fi. Jarak tempuh kita masih puanjaaang..

Ufi Yusuf mengatakan...

@mas bowo : siip mas..ayyo dialamin deh..pnuh tantangan :)
@sanggita : salah satu referens ku ketika menulis ini memperhatikan juga perjalananmu, kagum melihat sanggit menjalani banyak peran sekaligus..
itu dia yang fie pikirkan ketika awal membaca artikelnya, kayaknya penulis belom menjalani fase itu..cuma sayangnya dalam beberapa bagian pernyataannya menjadi terasa "keras" untuk perempuan
siip git..senang betul menyambangi blog mu menemnukan tulisan dengan sanggit dalam berbagai peran, share terus ya say