Rabu, 02 Juli 2008

langkah kedua perempuan-perempuan

dengan semena-mena, tanpa analisis mendalam, saya menyimpulkan ada beberapa langkah kritis perempuan
1.saat remaja, mencari orientasi hidup, masalah cinta cintaan itu dan sebagainya
2.begitu masuk masa dewasa, ada kekhawatiran, untuk perempuan-perempuan tertentu, dari budaya tertentu, kapan ya punya suami, ih kok gak laku ya...takut jadi perawan tua
3.saat baru menikah : bisa gak ya membahagiakan suami, jadi istri yang baik, gimana jadi menantu yang baik, bisa punya anak gak ya
4.begitu punya anak, anak ku ntar tumbuh jadi kayak apa ya..apa sambil punya anak ini bisa kerja (perempuan ini ada dalam budaya campuran...kadang lebih kasian, soalnya malah kebingunan menentukan orientasi dan prioritas hidupnya)

yang ini tentang langkah ke dua
saya baru saja ngobrol dengan sahabat saya yang luar biasa. cerdas, aktif, religius..kriteria yang diinginkan calon suami manapun
dan baru saja beliau menikah..
sampailah kami pada dialog ttg banyaknya ekspektasi pada perempuan
perempuan-perempuan seperti kami, yang dulu jijingkrakan..kesana..kemari..kesitu..kesini..
stres kalo gak ada kerjaan, dan senang kalo banyak kerjaan
stres kalo gak dikejar-kejar deadline
stres kalo potensi mulut yang sekian lama dikembangkan di psikologi ini mengangin begitu saja
mulut pegel bukan karena kebanyakan ngomong, tapi karena kebanyakan diam
ealah..

sahabat ini begitu bingung dengan ekspektasi misuanya
yang disampaikan kepadanya dengan bahasa filosofis
ah, bukankah bahasa misua dengan istri memang berbeda
sahabat saya itu sungguh bingung dengan aktifitas nya yang seabrek sekarang, misua jauh, dengan usaha yang sungguh keras untuk mengerjakan selayaknya menantu, bahkan menurut saya sudah luar biasa, maka bingunglah dia dengan ekspektasi filosofis itu

bagi saya, persoalan ini nampak sederhana, namun juga tidak mudah
bahasa istri dan misua tidak sama
dilahirkan dalam keluarga berbeda, budaya yang tak sama, bahasa yang hanya bersaudara, kebiasaan yang jelas kadangkala tak seirama
maka apa yang dinyatakan dan diperbuat dalam bahasa dan gerakan sama kadangkala mengandung interpretasi berbeda
saya lebih suka meminta suami saya berbicara dalam bahasa operasional
menjadi penghubung ekspektasi keluarganya dengan saya
apa yang saya maksudkan, apa yang keluarganya maksudkan
menjadi suami istri kan tidak sekedar ijab kabul, terus sah, hidup berdua
tapi hidup nya jadi banyakan iya kan?
tambah kaya..kaya sodara
tapi semakin kaya tidak semakin mempermudah juga bukan
semakin complicated dan butuh kompetensi memanaje yang lebih bagus
apapun di manaje
yang penting suami istri solid
maka langkah perempuan-perempuan yang baru saja menjadi istri ini begitu indahnya
dan langkah ini tidak membuat dahinya berkerut dan cepat tua karena mentranslate ekspekstasi dan mencoba menjalankan semuanya
pilih saja prioritasnya, kalau memang ekspektasi ini tidak bisa dipenuhi sekarang, jalan melingkar
hanya perlu kebijakan..kebijakan istri, juga suami

Tidak ada komentar: