Senin, 09 Juni 2008

jadi posisi mahasiswa itu sebagai....

beberapa kasus belakangan ini yang datang pergi silih berganti, tak kenal lelah dan sepenuh daya upaya membuat saya bertanya sendiri, jadi posisi mahasiswa itu sebagai apa di kampus? ketika menghadapi satu situasi, terutama yang nggak ngenakin, tersersit dalam benak saya, saat ini posisi saya dimana ya? kok bisa ndak ditengok sama petugas admin nya? posisi saya dimana ya, kok ttd untuk revisi saya tertunda lama hanya karena dosen ke luar kota? atau posisi saya dimana ya, saat kadangkala "mereka" menggunakan nada yang nampaknya sulit diterima di telinga saya?
ada beberapa posisi yang mungkin bisa saya tempati :
1. customer
sebagai customer, mahasiswa ini kan seharusnya dilayani, ya toh? lha wong mahasiswa bayar mahal, ikut tes, dsb. masalah kemudian mereka menyatakan bahwa uang yang mahasiswa bayarkan untuk kuliah itu hanya mencukupi sedikit dan lebihnya kerja bakti atau bahwa subsidi dari pemerintah, itu kan bukan lagi urusan mahasiswa, apakah jadinya seperti mahasiswa memang mendapatkan setimpal dengan yang dibayarkannya. tapi toh mahasiswa di indonesia tidak punya pilihan banyak, dengan sistem pendidikan yang masih memilah-milah kualitas dari segi face validity aja. lha pindak kesana, yo pelayanannya sama, pindah ke situh, juga sama. halah...halah..
seperti teman saya yang batal ikut seleksi di tempat saya sekarang kuliah. apa gerangan?? setelah memperoleh berbagai informasi ttg pelayanannya, diitung-itung positip dan negatipnya. lha tapi apa teman saya itu punya banyak pilihan? kalau mau memilah berdasarkan face validity, maka program yang sama ini tersedia di 4 univ saja...pilihan sulit kan? dan 3 tempat lain itu juga belum tentu lebih baik pelayanannya. pada akhirnya kalo temen saya itu udah kepentok, ya udah pilih yang inih aja. sama kasusnya dengan teman seangkatan saya sekarang. dosennya gak rekomend untuk ambil program profesi di salah satu univ di SBY, karena dibilang seringkali banyak jam kosong. larilah dia ke sini. apa yang terjadi? kejadiannya sama seperti yang gak direkomen itu...heyalaah...
2. bawahan
kalo jadi bawahan, konteksnya kan mestinya ada struktur ya. lagian kalo mahasiswa jadi bawahannya admin ato bawahannya dosen, apa serta merta bisa diperlakukan dengan miris gitu? disudutkan gitu? healah...mahasiswa itu kan udah melebihi tahap operasional konkret ya? ato memang pendidikan ini didisain untuk memberhentikan mahasiswa di tahapan itu ya?
healah, wong tren nya udah transformasional leadership kok, masih pake tipe pemimpin X, jadinya ya begini ini...lha teori ne di kelas ndak kepake tho yo?
3. rekan sejawat, teman untuk sama-sama tumbuh
indah kan kalo begini. mahasiswa cukup dewasa dan patut dihormati dengan dipanggil "anda" bukan "kamu". mahasiswa cukup dewasa untuk diajak dialog. ahhh...pasti bapak ibu paham konsep asertif kan...eiittts asertif lho, bukan galak, bukan nyela, bukan kalimat sinistik, sarkastik...mahasiwa kadangkala lebih tahu, meskipun mungkin banyak tidak tahu :), jadi mbok nyuwun tulung diberlakukan dialog setara..diskusi menarik saya dengan seorang dosen dari ilmu lain di univ ini, yang mengeluhkan belum tumbuhnya kebebasan akademik disini..dan itu yang mengekang mahasiswa untuk menumbuhkan ide cemerlangnya. "anda harus punya referensi jurnal asing..." begitu saya cerita padanya. beliau yang notabene dari ilmu eksak sempat bilang "lha padahal kan nggak bisa begitu, perilaku dengan culture kita kan beda" SETUJU..tapi gimana lagi?? "ah gawat kalau banyak orang cari aman.." *iya pak, seperti saya*
dengan helaan nafas yang sudah tertahan seminggu, saya bilang "ya, gak ada pilihan pak, masalah biaya gak bisa kompromi dengan idealisme kebebasan itu. kelelahan untuk menantang culture yang sudah menjadi peraturan resmi"

Maka, para mahasiswa, begitu anda mendapatkan perilaku "menyenangkan" atau "tidak menyenangkan" pastikan dimana peran dan posisi anda pada situasi itu. salah tafsir bisa bikin geer ato malah sakit hati..

Tidak ada komentar: