Selasa, 22 Juli 2008

cerita tentang perempuan-perempuan

3 hari ini saya disuguhi cerita tentang dua perempuan

Perempuan pertama punya suami yang depresi berat
suami nya itu mantan tentara, diabetes, jarinya sudah hilang beberapa bagian karena harus amputasi
trus sampai disini, apa yang seringkali akan kita sampaikan pada perempuan itu tentang kondisi yang harus dihadapinya? “sabar ya bu..sabar..”
ternyata cerita ini tidak sampai disitu
si suami bahkan sejak belum pensiun jarang sekali memberikan uang makan dari gajinya
alih-alih ikut prihatin atas gajinya yang tidak/kurang mencukupi, si suami lebih suka makan sendiri di warung padang
si suami suka sekali dipijit sepanjang malam. jika sedetik saja si istri berhenti memijit, maka dia akan terbangun dan marah-marah
si suami seringkali mengeluarkan kata kasar dan menghina si istri
sekarang
si suami seringkali keluar masuk RS karena diabetesnya itu
apa yang didapat si istri? kata kasar, dan dipermalukan
apa sebab? si suami minta pulang dari RS dan bentuk ngambeknya dengan telanjang keluar kamar RS
trus sampai disini, apa kan kita sampaikan pada perempuan itu tentang kondisi yang harus dihadapinya? *isilah titik-titik di bawah ini*
.....................................................................
kalau saya sederhana :
apa yang dicari si istri dari pernikahan itu?
apakah kebahagiaan lahir? dia dapat?
apakah kebahagiaan batin? dia dapat?
apakah pahala dari uji kesabaran? dia dapat?

pernikahan seperti timbangan, tidak bisa berat sebelah. kadangkala kita begitu egois untuk meminta pemahaman, pengertian, atau apalah bahasa semacam itu. atau kadangkala kita pada posisi diminta pemahaman, pengertian, dan seterusnya. jika tidak seimbang terus, lama-lama timbangan yang satu akan jatuh, mungkin pecah, mungkin patah. seperti pundak kita yang terus dibebani sebelah saja, bisa-bisa nyeri otot.
saya baru saja membaca buku paulo coelho. disindirnya bahwa manusia hidup seringkali hanya mempertimbangkan harapan masyarakat kepadanya, bahkan dia tidak tahu apa yang diinginkan. saya khawatir perempuan yang ini begitu. saya sungguh khawatir dia adalah timbangan yang rentan pecah dan patah itu, dan dia adalah bagian bahu yang harus menanggung nyeri otot selamanya.
memang begitu siklus KDRT, korban terus ditekan sehingga mempersepsi dirinya bahwa dia tidak mampu hidup sendiri, bahwa masih ada harapan di depan. padahal dia telah menunggu harapan itu selama lebih dari 20 tahun. ah..bagaimana dia menyimpan harapan itu lama sekali tanpa ada expired date nya?
kalau masalah mampu berdiri sendiri itu masalah materi, saya yakin betul perempuan ini mampu, karena seumur-umur dia berdagang untuk memenuhi kebutuhan makan keluarganya. beda lagi kalau pertimbangan figur suami atau figur ayah yang mungkin akan hilang. tapi kembali lagi, figur suami dan ayah seperti apa? apakah kelengkapan itu akan menjamin kesehatan mental bagi keluarga? kalau urusannya hanya kelengkapan dan bukan kualitas figur, rasanya oke sajalah pilihan bersama itu. tapi kan tidak sesederhana itu. apakah anak akan diminta terus mendengar kata-kata kasar dari figur ayah? aahhh...silahkan dipikirkan bersama

perempuan kedua datang dari keluarga tidak mampu
usianya 24 tahun an. lulusan SMU dan belum bekerja
ibu nya harus membiayai kehidupan mereka dari berjualan genjer (=sayuran apa ya?hihi) yang hasilnya tidak seberapa
sampai disini apa yang akan kita katakan? “kasihan...”
si anak perempuan itu tidak suka berkotor-kotor membantu ibunya
sampai disini apa yang akan kita katakan? “dasar anak yang gak punya belas kasihan sama ortu..”
si anak perempuan itu punya pacar, lelaki setengah baya, sipir penjara. lelaki itu sudah menikah dan punya 3 orang anak.
suka sekali perempuan itu padanya
menyerahkan kehormatannya pada laki-laki itu, berulang kali
mempertontonkan “kemesraan” di tempat umum
berharap dinikahi meskipun dia tahu si lelaki sudah berkeluarga
senang sekali diberi materi
cinta sekali si perempuan ini pada si lelaki, catat :CINTA!!
dan dengan gampang menilai si lelaki adalah lelaki baik
baik? baik seperti apa?
baik karena si lelaki memberinya uang 50 ribu sebulan? lumayanlah karena si perempuan belum kerja?
baik karena si lelaki berjanji menikahinya?
baik karena mengira si lelaki hanya “setia” padanya?
hahaha...sini saya kasih tahu bahwa si lelaki pernah merayu sahabatnya sendiri!!
biar sampai sini, saya saja yang bilang “PEREMPUAN BODOH!!!”
mungkin persepsi itu akan tetap seperti itu, sampai si lelaki menjadi suaminya...setelah itu, saya tidak yakin persepsi itu akan bertahan
tidak seperti barang elektronik yang memberi jaminan 1 tahun, pada kasus ini tidak ada jaminan bahwa lelaki itu tidak akan memperlakukannya seperti dia memperlakukan istrinya

ah, perempuan seperti ini, harus disalahkan?
saya tidak berpikir juga begitu. anda tidak dapat bertepuk tangan kan, kalo tangan anda hanya satu? maka hubungan ini tidak akan terjadi hanya karena si perempuan yang bodoh, tapi juga karena si lelaki yang tidak bertanggungjawab
seperti saya selalu bilang “jangan cuma salahin dan benci sama mayang...itu si bambang juga salah, dan mestinya dia memang gak pantes untuk halimah, jadi yo wis, ikhlasin aja cerai. toh kalau teteup aja dipaksain nyambung, si bambang gak ikhlas juga, halimah gak nyaman secara batin” *hush...nggosip kan???? STOP!!*

Allah telah memberi kita kelengkapan yang tiada tara : RASIO dan HATI
cinta tidak berhenti pada hati. hati punya nurani, silahkan tanyakan padanya. cinta juga butuh pertimbangan rasio, silahkan tanya padanya
kalau kebutuhan materi berhenti pada rasio. rasio juga bagian kecerdasan, yang memberikan kita berbagai alternatif dari pilihan yang bisa dibuat. masak iya cari materi cuma dengan cara macarin suami orang? materi juga butuh hati dan nurani, silahkan tanyakan padanya, materi seperti apa yang halal?

kita kan suka sok tahu gitu....

omong-omong tentang sok tahu

semalam baru saja saya ngobrol ringan
ahhh...urusan gosip lagi...!!
saya mah milih senyum-senyum aja
kalo bisa lari tapi gak nyakitin itu orang yang lagi ngomongin orang, gimana caranya?
ah, susah betul, serba salah

“kadang perempuan itu toleransinya memang harus lebih gede ya”
“emangnya kenapa?” saya mulai nimbrung karena ini jurusan netral dikit lah
“lha itu, istrinya galak (catat:itu kata suaminya, atau ini mah kira-kira si pembicara itu saja), makanya suaminya gak mau pulang. apalagi istrinya lagi hamil 8 bulan”
hahhhh? masih si istri aja yang disalahin???lha saya tanya
“kata siapa istrinya galak?”
“ya ini mah kira-kira aja...makanya suaminya yang pengangguran itu gak mau pulang ke rumah, malah tidur di tempat kakak sepupunya”
“hehe...ya ndak bisa kira-kira dong. gak adil kan mempersepsi dan menilai orang dari perkiraan. jangankan dari perkiraan, dari satu pihak aja juga gak adil rasanya. lha suaminya bilang istrinya galak..itu kan dia aja yang ngomong, kata istrinya jangan-jangan lain lagi. rasanya gak bisa dibahas kalo gak netral gitu”
“lha kata tetangga yang lain itu juga, susah sih kalo sama-sama sumatra, keras” eiiiittttts yang orang sumatera jangan marah dulu...baca pembelaan saya ini
“ya kalo urusannya stereotip ya gak akan positif jadinya. lha kita yang orang sunda di cap matre sama orang jawa sana, apa mau? lha dulu mertua saya khawatir berat karena stereotip itu. lha yang rugi kan siapa? nah sekarang kita juga ngecap orang-orang dari suku lain dengan stereotip tertentu, ya gak bisa. misalnya nih, saya pake contoh saya aja deh. stereotip matre itu nempel erat di benak orang-orang sekitar saya yang notabene jawa. trus begitu rumah saya yang sekarang kosong blong, gak ada perabotan, mereka seenaknya bilang bahwa saya sih boros, beli kebutuhan sendiri aja, soalnya tahu dong, orang sunda kan gitu. halah...halah...ya saya pasti bete banget kan, sok tahu!! lha saya juga yakin si istri hamil 8 bulan itu juga gak suka dihakimi tanpa dia bersuara. meskipun dihakimi gak kedengeran ma dia, tapi Allah jelas gak suka”
akhirnya, saya mulai menghakimi si suami itu malah...(hihi..tersulut)
“nih yah..yang saya tahu itu cuma reputasi si suami itu. sejak belom nikah aja hobinya ngelaba, maenin perempuan, morotin perempuan punya duit, gak sopan, kasar...lha rasanya lebih pantas kan si suami itu yang dihakimi sebagai figur yang tidak bertanggungjawab..ya tapi gak tahu juga kalo sekarang dia berubah. kalo pake data yang dulu, ya lebih pantas dia yang disalahin. lagian lelaki macam apaan tuh, kecewa ma istri, malah kabur nginep tempat orang lain, apalagi istrinya udah mau ngelahirin. gila kali ya dia *saya mulai panas*. saya lebih mikir dia yang malah pantes disalahin. ah..kan mulai menghakimi orang tanpa dia dikasih kesempatan untuk bicara dan membela diri”

STOP..STOP..
saya mulai sok tahu, gak netral, dan buruknya lagi, saya tidak lebih baik dari mereka..sama aja..suka nyampurin urusan orang tanpa diminta
eiittts...ampun saya belum jadi psikolog, jadi belum kena sanksi kode etik psikolog kan? 

Minggu, 20 Juli 2008

cerita dari bis

tuh kan, rusak deh kalo saya udah mulai nulis satu, urusan analisis ini jadi pengangguran dan jadi urusan dan tanggung jawab negara, kayak pasal 34 (bener ndak ya?)

ini cuma cerita saya dari bis, pas jadi ibu semi durhaka beberapa hari lalu karena ninggal anaknya sendiri di Serang, sementara saya mengejar sesuatu di jogja

liburan ini membuat panen uang buat bis antar kota
bis nya penuh..nuh..sampe kursi istirahat supir yang paling belakang itu aja dijual, yang gila lagi kursi kernet yang di sebelah supir juga dijual
nasib..nasib...
alhamdulillah bukan nasib saya
karena saya masih kebagian tempat duduk penumpang meskipun di aku nomor-nomor bukan pilihan

maka dimulailah perjalanan saya pulang pergi dalam waktu tiga hari dua malam itu
sungguh saya merindukan malam di jogja
gimana gak, lha saya nyampe jogja jam 6 pagi, siang jam 3 dah pulang lagi..
tapi jelas-jelas saya lebih merindukan saffa dong

saat pergi saya sekursi dengan seorang ayah muda yang baru punya bayi usia 6 bulan
seru juga ngobrolin anak, melihat dari versi bapak
bapak-bapak juga ternyata bisa kangen lho sama anaknya..hihihi
ah..jadi inget ayah yang udah setengah bulan ini gak ketemu saffa

lebih seru lagi saat balik dari yk
pertama, saya sekursi dengan perempuan luar biasa, seorang guru TK. suaminya wafat saat anak-anaknya masih kecil-kecil karena kecelakaan. membesarkan tiga anak sendirian, dan tetap setia menjaga mereka sendirian, tak tergoyahkan untuk menikah lagi. sekarang anaknya udah SMU semua, minta sekolah di yk. jadilah si ibu sendirian di rumah.

kedua, posisi kursi saya yang begitu nyamannya, dekat dengan speaker bis membuat saya mendengar blending musik yang asik sama sekali tidak enak saat malam hari. si supir memilihkan lagu broeri dan dewi yull dengan lagunya yang mendayu2...disaat mereka mendayu, sayup namun jelas, seseorang yang rupanya tak nyaman sama sekali dengan musik itu memilih menyalakan musiknya sendiri..buruknya lagi dia duduk di kursi depan saya. kalau masalah musik, mungkin saya memilih musik yang diputarnya : GIGI-11 Januari. tapi kalau dicampur apa jadi enak ya?
jadilah saya memilih lagu accapella yang dinyanyikan ibu-ibu yang duduk di belakang saya. lagunya dMassive versi baru gini : “kau membuat ku bahagia...dst..” karena ini versi baru dan tidak beredar di pasaran, saya sungguh tidak ingat lengkap. kalau saya disuruh jadi komentator kenapa saya milih lagu ini *dengan bergaya sok jadi titi DJ di Indonesian Idol* saya akan bilang “ibu sungguh menjiwai lagu ini”
lha gimana ndak, lha wong dia nyanyiin buat anaknya yang lagi didekapnya dengan penuh sayang *kira-kira begitu*
blending terakhir yang saya dengar : suaminya si ibu yang nyanyi itu muntah-muntah (kenapa???apa gara-gara si ibu nyanyi??))
jangan suudzon atuh..kita kan lewat nagrek, jadinya jalannya mulak-malik..

ketiga, bis saya macet pas mau masuk cikampek selama hampir 2 jam
sayup-sayup “selangnya putus” gitu kata pak supir
dan suami saya berpesan “jangan tidur, takut kebakar...”

jadilah sampai di serang, saya terkena demam, disertai mual-mual
penyebabnya..silahkan dianalisa dianalisis sendiri

urusan kamu ya punya kamu...

Lama betul saya tidak menulis
kepala saya sebetulnya sudah mau meledak karena jenuh dengan analisis ini itu yang tidak kunjung selesai…
tapi semua butuh pengorbanan kan?
apalagi sekarang gak bisa konek sapenake dewek sama internet
jadilah begini nasibnya

di rumah saya ini ada dua gadis, asisten rumah tangga…gadis yang sungguh2 sedang beranjak dewasa, mencari identitas dan pengakuan..hingga di satu titik saya merasa mereka bablas *kenapa jadi ini bahasannya?*

omong punya omong..kemarin kami membahas masalah gossip
terungkap dengan jelas..lugas..
diawali dengan saling permintaan maaf, dan diakhiri dengan bahasan yang sifatnya filosofis etis netral (=tidak melibatkan nama siapapun!!).

Lha saya tanya “apa enaknya ngomongin orang?”
jawab gadis itu “enak banget teh, yang tadinya pendek jadi panjang...”
balik lagi “lha padahal kamu yo gak ada urusannya tho?”
“ya iya sih..tapi enak aja gitu”
kesimpulan : ngomongin orang itu kayak refreshing dari segala urusan pribadi. lha kita gak mikirin jalan keluar dari masalah atau urusan orang itu kan? makanya diomongin panjang lebar dikali tinggi juga gak akan bikin pusing kepala. yang bikin pusing kepala ya justru urusan pribadi kita sendiri

Lha saya bilang “yo wis, namanya juga orang hidup, sosialisasi sama orang”
gadis itu menjawab “iya teh, yang baik aja diomongin apalagi yang gak baik”
lha trus saya tanya “berarti mending kita bikin prilaku jelek aja ya biar gak rugi diomongin orang juga?”
kesimpulan: coba liat kalimat terakhir saya. kesimpulan picik kan?
jangan berhenti sampe situ...
dengar seseorang bilang setelah kalimat itu
“ya ndak dong, yang penting perilaku kita aja dijaga. urusan orang mau bilangin apa ya terserah. kayak kamu gadis (sambil menunjuk ke gadis satunya...), kalau kamu gak mau diomongin pulang malem, pacaran terus tiap malem sama orang2 dan orangtua kamu denger, ya berarti jangan begitu dong. tapi ya jangan marah kalau kamu udah berperilaku begitu, trus diomongin orang, lha itu kan emang kenyataannya, kamu susah protes”
gadis itu manggut-manggut aja

lha saya nyahut “apa orang yang ngomongin itu lebih baik daripada yang diomongin?”
saya teringat gadis itu pernah bercerita tentang seseorang yang sedang ngurusin orang lain dan sama sekali tidak ada pengaruh pada urusannya
“tahu gak, si ibu itu tuh, suka ngomongin orang lho, gak kayak suaminya yang kalem..”
Punten pisan bu..apa bedanya ibu dengan ibu yang diomongin itu????
ups..saya mulai ikut2an kan?
jangan pernah ngerasain enaknya, takut ketagihan

Rabu, 02 Juli 2008

berbicara tentang pekerjaan untuk perempuan

dua hari lalu saya ditanya
"dimana kamu akan bekerja setelah lulus nanti?"
saya menjawab "ada satu perusahaan yang sudah menawari saya pekerjaan setelah saya lulus nanti, tapi sebagai perempuan dengan double role, sebagai ibu juga, saya harus rethinking lagi. yang jelas saya akan tetap ada di area publik, pada pekerjaan-pekerjaan dengan flexible work hours namun saya tetap bisa improve dan sharing pengetahuan dan skill saya"

sehari lalu
saya dan seorang sahabat perempuan kembali berbincang mengenai pekerjaan
pasal nya dia yang telah menikah, mendapat pekerjaan di sebuah BUMN
hingga di akhir, suatu saat kami memutuskan untuk berafiliasi menjadi ratu di usaha kami sendiri
namun kami kembali mempertimbangkan karakteristik personal kami yg begitu semangatnya untuk sampai di titik tertentu. namun ketika sampai, kami kembali mempertimbangkan titik lain yg lbh tinggi dan terlalu menarik untuk dilewatkan
ah, kalau begitu terus, kapan ngurusin keluarganya???
balik lagi, ternyata pertimbangan bekerja sendiri juga tidak menjadi pilihan yang baik kalau tidak dibarengi kontrol diri yang bagus
dan saya pikir Allah telah begitu adil memberikan sesuatu tepat pada waktu nya dan tempatnya
pernah saya nyeletuk ke ibu saya
"bu, kalau fie gak dikasih jodoh cpet, keburu ngerasain berkarir, fie khawatir malah lama nikahnya, keasyikan kerja, ngejar karir, ntar ibu malah bingung juga..."
gitu juga dengan teman saya itu
saya kembali berpikir kalau Allah gak kasih saffa cepet-cepet dalam kehidupan saya, mungkin hidup saya dan suami sudah terpisah jarak saat ini, lha saya pasti kekeuh cari kerjaan asik di luar kota
maka Allah begitu sangat tahunya bahwa kontrol diri saya begitu rendahnya dalam memenuhi harapan, sifat dan ambisi saya itu, maka diberikanNya ayah dan saffa dalam hidup saya sebagai penyeimbang dan pengontrol

nah, untuk perempuan-perempuan yang memutuskan memiliki peran ganda, serius ini bukanlah hal mudah
saya pribadi merasa mengorbankan masa depan anak sama sekali gak worthed dengan karir yang mungkin akan saya dapat dengan merelakan perhatian saya tersita untuk pekerjaan dan sisanya untuk anak
saya sendiri gak siap menemukan saffa sudah tidur saat pulang kantor,menemani kelelapan tidurnya dengan pekerjaan yang saya bawa ke rumah, dan meninggalkannya saat masih tidur kala saya berangkat ke kantor
maka perlu mendefinisikan kembali orientasi hidup, cara mencapainya, dan mengenal kembali diri anda
lalu memutuskan bagaimana anda mengatur semua itu dan mengontrol diri anda

langkah kedua perempuan-perempuan

dengan semena-mena, tanpa analisis mendalam, saya menyimpulkan ada beberapa langkah kritis perempuan
1.saat remaja, mencari orientasi hidup, masalah cinta cintaan itu dan sebagainya
2.begitu masuk masa dewasa, ada kekhawatiran, untuk perempuan-perempuan tertentu, dari budaya tertentu, kapan ya punya suami, ih kok gak laku ya...takut jadi perawan tua
3.saat baru menikah : bisa gak ya membahagiakan suami, jadi istri yang baik, gimana jadi menantu yang baik, bisa punya anak gak ya
4.begitu punya anak, anak ku ntar tumbuh jadi kayak apa ya..apa sambil punya anak ini bisa kerja (perempuan ini ada dalam budaya campuran...kadang lebih kasian, soalnya malah kebingunan menentukan orientasi dan prioritas hidupnya)

yang ini tentang langkah ke dua
saya baru saja ngobrol dengan sahabat saya yang luar biasa. cerdas, aktif, religius..kriteria yang diinginkan calon suami manapun
dan baru saja beliau menikah..
sampailah kami pada dialog ttg banyaknya ekspektasi pada perempuan
perempuan-perempuan seperti kami, yang dulu jijingkrakan..kesana..kemari..kesitu..kesini..
stres kalo gak ada kerjaan, dan senang kalo banyak kerjaan
stres kalo gak dikejar-kejar deadline
stres kalo potensi mulut yang sekian lama dikembangkan di psikologi ini mengangin begitu saja
mulut pegel bukan karena kebanyakan ngomong, tapi karena kebanyakan diam
ealah..

sahabat ini begitu bingung dengan ekspektasi misuanya
yang disampaikan kepadanya dengan bahasa filosofis
ah, bukankah bahasa misua dengan istri memang berbeda
sahabat saya itu sungguh bingung dengan aktifitas nya yang seabrek sekarang, misua jauh, dengan usaha yang sungguh keras untuk mengerjakan selayaknya menantu, bahkan menurut saya sudah luar biasa, maka bingunglah dia dengan ekspektasi filosofis itu

bagi saya, persoalan ini nampak sederhana, namun juga tidak mudah
bahasa istri dan misua tidak sama
dilahirkan dalam keluarga berbeda, budaya yang tak sama, bahasa yang hanya bersaudara, kebiasaan yang jelas kadangkala tak seirama
maka apa yang dinyatakan dan diperbuat dalam bahasa dan gerakan sama kadangkala mengandung interpretasi berbeda
saya lebih suka meminta suami saya berbicara dalam bahasa operasional
menjadi penghubung ekspektasi keluarganya dengan saya
apa yang saya maksudkan, apa yang keluarganya maksudkan
menjadi suami istri kan tidak sekedar ijab kabul, terus sah, hidup berdua
tapi hidup nya jadi banyakan iya kan?
tambah kaya..kaya sodara
tapi semakin kaya tidak semakin mempermudah juga bukan
semakin complicated dan butuh kompetensi memanaje yang lebih bagus
apapun di manaje
yang penting suami istri solid
maka langkah perempuan-perempuan yang baru saja menjadi istri ini begitu indahnya
dan langkah ini tidak membuat dahinya berkerut dan cepat tua karena mentranslate ekspekstasi dan mencoba menjalankan semuanya
pilih saja prioritasnya, kalau memang ekspektasi ini tidak bisa dipenuhi sekarang, jalan melingkar
hanya perlu kebijakan..kebijakan istri, juga suami

Selasa, 01 Juli 2008

saya di jogja lagi

setelah mempertimbangkan satu dan lain hal, maka sampailah saya disini
dengan penuh deg-deg an, ambil resiko dan dengan doa dan kemauan

senang melihat kak saffa ketemu lagi dengan ayahnya
semua harus dengan ayah
hari pertama saat bertemu
makan, harus disuapi dari tangan ayah
gendong, mau sama ayah
kursi dikasihin ke ayah
semua ayah..ayah..ayah..
rasanya semua rindu tumpah
rindu saya, rindu saffa, rindu ayah
bukankah ini keindahan dari sebuah keluarga?
kebersamaan...anugerah yang kadangkala luput dari kesyukuran

bukankah saya termasuk salah satu perempuan beruntung
di tengah keterbatasan kami, ada saat gaji tinggal seuprut, karena digunakan ini itu, saya dan suami malah tertawa, menertawakan apa entah..tapi itu sungguh tertawa bahagia
di tengah kebutuhan hidup, suami begitu legowo memberikan kesempatan saya sekolah walaupun harus banting tulang, peras keringat
di tengah kesibukan kami, saffa menjadi penghibur gratis, memberikan senyum dan ucapan syukur atas setiap langkah dalam perkembangannya
bukankah saya termasuk perempuan yang harus mengucapkan syukur di setiap tarikan garis bibir senyum saya, bahkan di setiap nafas yang saya ambil dan kembali hembuskan
karena saya percaya, keberuntungan ini adalah cinta yang tidak semua orang kadangkala bisa merasakan secara implisit

saya kembali di jogja
tempat pulang juga
merasakan bahwa begitu banyak kesyukuran yang harus saya ucapkan dan lakukan